PEMUDA DAN PILKADA

Penulis : Zulianri

BENSORINFO.COM – Anak muda merupakan pilar penting penentu perjalanan suatu bangsa dan Negara, sehingga sedikit banyaknya kemajuan atau kemunduran suatu bangsa ditentukan oleh pemikiran dan partisipasi aktif pemuda dinegara tersebut.

Sehingga pemuda tidak bisa dipisahkan dari lingkungan kemasyarakatan sebagai salah satu sumber daya insani sebagai pembangunan bangsa.

Ada beberapa alasan mengapa pemuda memiliki tanggung jawab besar dalam pembangunan tatanan kemasyarakatan yakni:
Kemurnian idealisme
Keberanian dan keterbukaannya dalam menyerap nilai – nilai dan gagasan –gagasan baru

Semangat pengabdiannya Spontanitas dan sportisivitas dalam pengabdiannya

Inovasi dan kreativitasnya
Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan – gagasan

Potensi inilah yang melekat pada pemuda yang jika dikembangkan dan dibangkitkan kesadarannya, maka pemuda dapat berperan secara alamiah dalam kepeloporan dan kepemimpinan yang menggerakan segenap sumber daya dimasyarakat.

Menurut Ginanjar Kartasasmita, kepeloporan dan kepemimpinan bisa berarti diteladani dan memimpin didepan tetapi kepeloporan juga dapat berarti merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu untuk diikuti, dilanjutkan, dikembangkan dan dipikirkan oleh orang lain. Dalam kepeloporan ada unsur menghadapi resiko dalam perjuangan dan ketangguhan fisik dan sikap mental yang pada ummnya dimiliki oleh pemuda. Model kepemimpinan, kepeloporan pemuda inilah yang menjadi ciri kepemipinan yang dinamis, yang diperlukan oleh masyarakat yang sedang berapa dalam proses pembangunan.

Sumber daya dinamis inilah yang dapat mengembangkan kreativitas, inovasi, integritas, gagasan – gagasan baru, yang mampir mendobrak hambatan dan mencari pemecahan masalah diluar sekat konvensional yang pada umumnya terjadi.

Keberadaan pemuda merupakan asset berharga bagi masa depan bangsa yang mampu mendorong pembangunan bangsa dan mampu berdiri dengan bangsa lain, dengan bekal cara pandang, skill, integritas, semangat bela Negara serta kemampuan menejerial dan entrepreneurship pemuda mampu menjadi motor perwujudan bangsa masa depan menjadi bangsa Indonesia yang lebih baik, dan berguna bagi pembangunan daerah terutama lampung.

Kondisi pemuda lampung
Menurut kajian yang dilakukan pemuda usia remaja 15-24 merupakan usia yang perlu diperhatikan secara serius karena remaja termasuk usia sekolah yang kemudian akan berlanjut menuju usia kerja. Pada usia ini mereka sangat bersiko terhadap masalah sosial, reproduksi, dan masalah lainnya yang diakibatkan oleh rendahnya ketahanan sosial yakni kemampuan mengidentifikasi diri, dan mengkaryakan potensi yang dimiliki sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Berdasarkan survey SDKI 2022 pengetahuan remaja umur 15-24 mengenai kemampuan mengidentifikasi potensi diri dan kesehatan reproduksi masih cukup rendah. Tercatat hampir 21% remaja perempuan tidak mengetahui perubahan yang terjadi pada laki- laki pada masa pubertas. Bersamaan dengan itu masih rendahnya kemapuan remaja laki – laki mengidentifikasi dirinya yakni sebesar 32%.

Berdasarkan kajian profil penduduk BKKBN 2022 membagi pemuda kedalam dua golongan yakni usia remaja 15-24 ,dan pemuda usia 25-39. Sekitar 48% atau 82.539.762 remaja belum mengentahun kesehatan reproduksi yang disebabkan oleh redahnya kematangan kepribadian dan rendahnya kemampuan mengidentifikasi potensi diri, hal ini sejalan dengan tingginya jumlah remaja dan pemuda yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan.
Dibuktikan berdasarkan sensus penduduk 2020, jumlah angkatan kerja sebanyak 172.070.339 jiwa. Dan 66.06 persen diantaranya adalah remaja usia 15-24 tahun. Ironisnya hanya anya sekitar 7 % saja yang bekerja dan mencari pekerjaan. Dan hampir 40 persen merupakan pemuda usia 25- 39 yang termasuk angkatan kerja tetapi tidak bekerja.

Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan mengidentifikasi potensi diri remaja dan ketahan sosial remaja yang disebabkan rendahnya kepribadian dan nilai kepemimpinan generasi muda. Selain itu, rendahnya skill yang dimiliki dan keterbatasan akses modal yang diarahkan kepada usaha enterpreneur bagi pemuda menjadikan besarnya tingkat pemuda usia 25-39 yang tidak bekerja yakni sebesar 45.467.866,38 Tentu ini merupakan dari dampak turunan rendahnya potensi remaja usia 15-24, sehingga ketika mencapai usia pemuda mereka tidak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dan memperarah tingkat ketidakbekerjaan pemuda atau masuk pada jurang penangguran.

Dari hasil survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2022 diperkirakan penduduk usia bekerja di Provinsi Lampung sebanyak 5.841.970 atau sekita 71.97 persen dari total jumlah penduduk provinsi lampung. Sedangkan angkatan kerja diperkirakan sebesar 3.832.110 atau 66% dari penduduk usia kerja. Dan ini terus mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk usia kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang kegiatan utamanya bekerja. Adanya perubahan status dari angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja disebabkan bersekolah atau mengurus rumah tangga. Besarnya partisifasi angkatan kerja lampung harus dimbangi dengan peningkatan skillabor atau kemampuan softskill angkatan kerja yang besar dapat diserap oleh pasar kerja dan dapat bekerja.

Kendatipun berdasarkan data diatas memperlihatkan besarnya angkatan kerja malah menyebabkan banyaknya angkatan kerja yang tidak bekerja akibat skill dan ketiadaan keahlian yang mampu diserap pasar kerja.

Hal ini dibuktikan dengan peningkatan tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2022 yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat angkatan kerja ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat pengagguran terbuka. Tentu hal ini terjadi pada remaja dan pemuda yang termasuk dalam angkatan kerja.

Adapun klasifikasi angkatan kerja Lampung per 2022 berdasarkan Usia pemuda 25-39 tahun yakni sebesar 1,379,177 yang memperlihatkan bahwa angkatan kerja lampung didominasi oleh pemuda usia 25-39 yang menempati jumlah yang signifikan ini menandakan diperlukan pembekalan softkill yang komprehensif sehingga mampu meningkatkan kualitas angkatan kerja pemuda agar mampu diserap oleh pasar tenaga kerja. Selain itu hal ini selaras dengan besarnya tingkat angkatan kerja usia 25-39 yang tinggi juga diikuti oleh tingkat pengangguran terbuka yang tinggi pada pemuda usia 25-39.

Yang menarik dapat dilihat bahwa angkatan kerja diLampung didominasi oleh angkatan kerja dengan latar belakang pendidikan SD, disusul dengan latar belakang pendidikan SMP, dan SMA. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingginya angkatan kerja usia 25-39 disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh yakni hanya mencapai jenjang sebagian besar SD yang disusul oleh SMP dan SMA.

Ini memperlihatkan perlunya penambahan kapasitas pengidentifikasian potensi diri, dan kemampuan membangun skill sejak tingkat SMP dan SMA bahkan SD agar mampu bersaing di dunia kerja. Kemampun pengidentifikasian diri serta kemampuan ketahan sosial yang diberikan kepada remaja usia 15-24 berdasarkan data diatas ternyata mempengaruhi kemampuan atau performa mereka ketika memasuki usia pemuda yakni usia 25-39 atau menjadi angkatan kerja. Phenomena ini dapat dilihat pada tabel dibawah, dan terjadi di Lampung.

Hal ini searah dengan searah dengan pendapat diatas bahwa kemapuan skill yang dibangun sejak remaja usia 15-24 yang memperlihatkan mayoritas pengangguran yang penah bekerja yang berlatarbelakang SMA, sehingga jika pada fase ini tidak diberikan skill dan kemampuan mengidentifikasi potensi dan kepribadian sejak dini terbukti akan gagal ketika memasuki dunia kerja.
Oleh sebab itu, Jika masalah pemuda dan penggaguran tidak segera diselesaikan tidak menutup kemungkinan akan mempertinggi tingkat kejahatan yang terjadi didaerah terutama di Lampung.

Jika melihat data berdasarkan jumlah kejahatan yang dilaporkan kepada Polda menempatkan Lampung pada ranking di bawah Bali dan diatas Bengkulu.

Meski masih pada peringkat terbawah tidak menutup kemungkinan jika hal ini tidak diselesaikan oleh segenap eleman bangsa angka kriminalitas akibat pengangguran dan rendah skill angkatan kerja akan terus menungkat.
Urgensi Pilkada dalam Menyelesaikan Masalah Pemuda.

Pemilihan Umum merupakan syarat minimal penyelenggaraan sistem demokrasi, di mana para pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem itu dipilih melalui mekanisme yang jujur, adil, dan berkala. Sehingga demokrasi subtansial merupakan muara penyelesaian masalah melalui gagasan kepala daerah yang dipilih.

Pilkada sebagai sarana penyelesaian masalah daerah karena Pertama, melalui Pemilu dapat dibangun basis dan konsep demokrasi. Tanpa Pemilu, tanpa persaingan yang terbuka di antara kekuatan sosial dan kelompok politik, maka tidak ada demokrasi. Kedua, Pemilu melegitimasi sistem politik. Ketiga, mengabsahkan kepemimpinan politik. Keempat, pemilu sebagai unsur pokok partisipasi politik di negara-negara demokrasi.

Oleh karena itu, dinamika penyelenggaraan pemilihan kepala daerah merupakan manifestasi dan perwujudan hak-hak politik dan demokrasi rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan dan ketatanegaraan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Selain itu, pemilihan kepala daerah juga dimaksudkan untuk mengukur tingkat dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap seorang pemimpin melalui gagasan visi dan misi yang dimiliki dalam rangka menyelesaiakan menyelesaikan masalah daerah.

Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sebagai berikut :

1. Bahwa demokrasi subtansial membawa potensi tidak terselenggaranya pemerintahan daerah secara efektif dan akuntabel; jika hal ini dijalankan dengan baik maka menghindari terjadinya konflik horizontal; masyarakat terjebak dalam permainan politik uang (money politic) dalam memilih seorang calon kepala daerah dan yang paling krusial adalah terjadi politisasi dalam jabatan birokrasi pada setiap pergantian pimpinan daerah.

2. Format Pilkada yang ideal kedepan adalah meletakan kembali Pilkada secara konsisten dalam konfigurasi sistem demokrasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pilkada serentak selain dimaksudkna untuk memperkuat tata kelola sistem pemerintahan daerah, juga dimaksudkan untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi Pancasila di aras lokal; melahirkan pemerintahan daerah yang mampu menciptakan akuntabilitas dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, kesetaraan hak warga negara dalam berpolikan yang pada gilirannya memperkuat demokrasi Pancasila di aras nasional; terciptanya efektivitas dan efisiensi anggaran negara serta menempatkan kembali nilai-nilai demokrasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk membangun Indonesia yang lebih bermartabat berbasis penyelesaian masalah daerah, sehingga visi dan misi berbasis pada masalah daerah khususnya kepemudaan.

3. Bahwa Pemilu serentak menjadi momentum penting untuk menempatkan kembali nilai-nilai dasar Pancasila dan penyelesaian masalah daerah sebagai akar budaya demokrasi di Indonesia untuk membangun sistem politik dan ketatanegaraan yang lebih demokratis berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini mengingat nilai-nilai dasar “demokrasi Pancasila” adalah model demokrasi yang esensinya kemandirian bangsa dalam rangka mewujudkan Masyarakat adil dan makmur.

4. Oleh karena itu, dalam kontek perkembangan demokrasi Indonesia kedepan melalui Pilkada diperlukan penguatan terhadap nilai-nilai demokrasi Pancasila merupakan prerequisite dan sebuah keniscayaan dalam penguatan sistem demokrasi lokal (pemerintahan daerah) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbasis masalah lokal daerah khusnya kepemudaan, sehingga dalam pilkada calon kepala daerah wajib Menyusun visi dan misi berbasis masalah lokal kepemudaan demi terwujudnya kualitas pemuda yang Sejahtera berperadaban adil dan Makmur, semoga!.