Warga Way Huwi Mengadu ke DPRD Lamsel: Pertahankan Fasilitas Umum dari Klaim HGB

IMG-20250115-WA0005

Foto : Warga Way Huwi Bersama Kades Way Huwi dan Toko Adat Lampung Ike Edwin diruang Komisi I DPRD Lampung Selatan

BENSORINFO.COM – Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, masih terus bergulir. Pada Selasa (14/1/2025), warga setempat bersama tokoh adat dan pemerintah desa mendatangi kantor DPRD Lampung Selatan untuk memperjuangkan keberadaan lapangan sepak bola dan area pemakaman yang telah lama menjadi fasilitas umum masyarakat.

Masalah ini berawal dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan oleh PT. BTS, anak perusahaan dari CV. Bumi Waras (BW). Klaim tersebut dinilai mengabaikan aset desa yang sudah digunakan sejak lama.

Sejarah Tanah Desa dan Dugaan Praktik Mafia Tanah
Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menjelaskan bahwa tanah tersebut telah menjadi milik desa sejak 1968, termasuk area pemakaman yang digunakan oleh masyarakat. Ia menyoroti adanya dugaan malpraktik dalam proses penerbitan HGB untuk PT. BTS.

“Kami meminta agar HGB perusahaan tidak diperpanjang dan pemerintah segera turun tangan menyelesaikan masalah ini,” ujar M. Yani.

Ia juga menambahkan bahwa masalah serupa tidak hanya terjadi di Desa Way Huwi, tetapi juga di beberapa wilayah Lampung lainnya, mengindikasikan adanya praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat dan negara.

Menurut Yani, berdasarkan peta situasi dari 1996, lapangan sepak bola dan area pemakaman seharusnya tetap menjadi fasilitas umum. Namun, pada 28 Agustus 1996, tanah tersebut masuk ke dalam peta SHGB PT. BTS, meskipun masyarakat telah menggunakannya jauh sebelum perusahaan hadir.

“Proyek real estate PT. BTS sudah 29 tahun tidak terealisasi, tetapi kini tanah yang kami gunakan untuk fasilitas umum malah diklaim,” tegasnya.

Tokoh Adat dan DPRD Lamsel Angkat Suara
Tokoh adat Lampung dan mantan Kapolda Lampung, Irjen Pol. (Purn) Ike Edwin, turut memberikan penjelasan sejarah tanah tersebut. Menurutnya, tanah itu merupakan tanah adat Kedamaian yang telah dihuni oleh masyarakat sejak 1939. Pada 1970-an, pemerintah menyetujui penggunaan tanah tersebut sebagai lapangan sepak bola dan pemakaman tanpa masalah.

“Namun, pada 1996 CV. BW tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagar tanah tersebut. Ini sangat aneh, terutama karena peta BPN tidak mencantumkan lapangan dan makam yang sudah ada,” ungkap Ike Edwin.

Izin HGB pada area seluas 350 hektare yang diterbitkan tiga kali pada tahun yang sama semakin menimbulkan kecurigaan masyarakat.

Ketua Komisi I DPRD Lamsel, Agus Sartono, menegaskan pihaknya akan memanggil BPN dan PT. BTS untuk mencari solusi. “Mengapa HGB diterbitkan di atas tanah yang sudah lama digunakan masyarakat? BPN dan perusahaan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati nurani,” ujarnya.

Agus Sartono optimis bahwa perjuangan masyarakat akan membuahkan hasil. Ia berharap fasilitas umum tersebut tetap bisa dipertahankan demi kepentingan masyarakat.(Humas)

 

Editor  : Bambang.S.P

BENSORINFO.COM